السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ الله وَبَرَكَاتُهُ

Sunday 19 July 2015

Wednesday 8 July 2015

Sejarah Dinar Emas Dirham Perak Islam (C&P)




Sejarah telah membuktikan bahawa emas dan perak merupakan alat pertukaran (Medium of Exchange) paling stabil yang pernah diperkenalkan di dunia.
Peradaban Islam di era keemasan selama berabad-abad menjelma menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia. Tak hairan, jika pada masa itu, khalifah Islam sudah memiliki mata wang sendiri bernama dirham (syiling perak) dan dinar (syiling emas). Dengan menggunakan kedua matawang itu, ekonomi di dunia Islam tumbuh dengan begitu pesat.

Sejarah penggunaan perak dan emas sebagai alat pertukaran, sejatinya telah berkembang jauh sebelum Islam hadir. Para peneliti sejarah Dirham menemukan fakta bahwa perak sebagai alat pertukaran sudah digunakan pada zaman Nabi Yusuf AS. Hal itu diungkapkan dalam Alquran, surat Yusuf ayat 20. Dalam surat itu tercantum kata darahima ma’dudatin (beberapa keping perak).

”Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah yakni beberapa dirham saja, dan mereka tidak tertarik hatinya kepada Yusuf,” (Alquran, surat 12:20). 

Tiga peneliti jejak dirham yakni MSM Syaifullah, Abdullah David, dan Muhammad Ghoniem dalam tulisannya berjudul Dirham in the Time of Joseph? menuturkan pada masa itu peradaban Mesir Kuno telah menggunakan perak sebagai alat tukar.

Sejarah mencatat, masyarakat Muslim sendiri mengadopsi penggunaan dirham dan dinar dari peradaban Persia yang saat itu dipimpin oleh Raja Sasan bernama Yezdigird III. Bangsa Persia menyebut matawang syiling perak itu dengan sebutan drachm. Umat Islam mulai memiliki dirham dan dinar sebagai alat transaksi dimulai pada era kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab RA.
Meski begitu, Rasululah SAW sudah memprediksikan bahwa manusia akan terlena dan tergila-gila dengan wang. Dalam salah satu hadits, Abu Bakar ibnu Abi Maryam meriwayatkan bahwa beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda, 

”Masanya akan tiba pada umat manusia, ketika itu tidak ada apapun yang berguna selain dinar dan dirham.” (Masnad Imam Ahmad Ibn Hanbal).

Pertama kali umat Islam menggunakan dirham pada tahun 642 M atau satu dekad setelah Rasulullah SAW wafat. Khaifah Umar bin Khattab memutuskan untuk menggantikan drachma dengan dirham. Sedangkan syiling dirham pertama kali dicetak umat Islam dicetak pada tahun 651 M pada era kepemimpinan Utsman bin Affan. Dirham pertama itu mencantumkan tulisan bismillah.
Laiknya drachm, dirham berbentuk ceper serta tipis. Diameternya mencapai 29 mm dan beratnya antara 2,9 – 3,0 gram. Dari sisi berat, dirham lebih ringan dari drachm yang mencapai 4 gram. Sejak itulah, tulisan ‘bismilah’ menjadi salah satu ciri khas syiling yang dicetak oleh peradaban Islam.
Selain itu, syiling dirham-dinar yang dicetak umat Islam pada masa keemasan mencantumkan nama ketua negara atau amir atau khalifah. Fakta sejarah menunjukan bahwa kebenyakan kepingan dirham dan dinar yang dicetak pada masa Khulafa Arrasyidin mencantumkan tahun Hijriyah sebagai penanda waktu syiling dirham atau dinar itu dicetak.

Pemerintahan Muslim di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab pun telah menetapkan standar syiling dirham dan dinar. Berdasarkan standar yang telah ditetapkan, berat 7 dinar setara dengan 10 dirham. Khalifah Umar bin Khattab pun telah menetapkan standard dinar emas yakni memakai emas dengan kadar 22 karat dengan berat 4,25 gram.
Sedangkan dirham perak haruslah menggunakan perak murni dengan berat 3,0 gram. Keputusan itu telah menjadi ijma ulama pada awal Islam dan pada masa para sahabat dan tabi’in. Sehingga menurut syari’ah, 10 dirham setara dengan 7 dinar emas. Hasil ijma itu menjadi pegangan, sehingga nilai perbandingan dinar dan dirham bisa tetap sesuai.

Namun, pada tahun 64 H/684 M, untuk pertama kalinya nilai dirham berkurang. Hal itu terjadi akibat keputusan ‘Ubaid Alih ibn Ziyad untuk mencampurkan logam lain pada dirham. Sepuluh tahun kemudian, di era kepemimpinan Khalifah Abdalmalik, mula dicetak syiling emas dengan berat 4,4 gram dengan mencantumkan tulisan ‘Dinar’.

Tiga tahun kemudian, kekahlifahan Islam di bawah kepemimpinan Abdalmalik kembali mencetak cetak lagi dinar yang bobotnya berubah menjadi 4,25 gram — mengikuti standard yang ditetakan Khalifah ‘Umar bin Khattab RA. Pada tahun 75 H/695 M, Khalifah Abdalmalik memerintahkan Al-Hajjaj untuk mencetak dirham dan menggunakan standar yang ditetapkan di era Umar bin Khattab.

Syiling perak bertulisan ‘dirham’ itu dengan berat 2.975 gram dan berdiameter 25 – 28 mm. Setiap syiling yang dicetak pada saat itu bertuliskan kalimat tauhid yakni: ”Allahu ahad, Allahu samad”. Sejak saat itu, dilakukan penghentian penggunaan gambar wujud manusia dan binatang dari matawang peradaban Islam itu. Sebagai gantinya digunakan huruf-huruf.

Dinar dan dirham lazimnya berbentuk bundar. Selain itu, tulisan yang tercetak pada dua sisi syiling emas dan perak itu memiliki tata letak yang melingkar. Pada satu sisi mata syiling tercantum kalimat ‘tahlil’ dan ‘tahmid’, yaitu:”La ilaha ill’Allah’ dan ‘Alhamdulillah’. Sedangkan di sisi mata syiling sebelahnya tertera nama ketua negara (amir) dan tahun pencetakkan. Selain itu, terdapat suatu kelaziman untuk menuliskan shalawat kepada Rasulullah SAW dan ayat-ayat Al-Quran dalam syiling dirham dan dinar itu.

Matawang dinar dan dirham pun menjadi matawang rasmi dinmasti maupun kerajaan Islam yang tersebar di berbagai penjuru. Penggunaan dinar dan dirham perlahan mulai menghilang setelah jatuhnya masa kejayaan Khilafah Islam. Ketika dunia dilanda era kolonialisme Barat, bermulalah diterapkan penggunaan wang kertas.
Sejarah telah membuktikan bahwa emas dan perak merupakan alat pertukaran paling stabil yang pernah dikenal dunia. Sejak awal sejarah Islam sampai saat ini, nilai dari matawang Islam yang didasari oleh matawang bimetal ini secara mengejutkan sangat stabil jika dihubungkan dengan bahan makanan pokok. Nilai inflasi matawang ini selama 14 abad lamanya adalah nol. Adakah matawang yang stabil seperti itu saat ini?



Wang syiling  pada Zaman Khilafah


* Syiling Khilafah Umayyah (661 M – 750 M)

Di awal kekuasaannya, Dinasti Umayyah menggunakan syiling perak Sassanin di wilayah Irak dan Iran. Sedangkan, di Suriah dan Mesir kehalifahan Umayyah menggunakan syiling emas dan tembaga. Sebagai bagian dari upaya untuk menyatukan wilayah-wilayah yang dikuasainya, Khalifah Abdalmalik bin Marwan (685 M – 705 M) mulai mencetak syiling emas pada tahun 961 M.
Di pinggiran syiling emas itu tertulis kalimat bismilah dan syahadat. Dua tahun berikutnya, Dinasti Umayyah mencetak syiling perak atau dinar. Dalam syiling itu tercantum kalimat bismilah. syiling emas pada zaman itu dicetak secara khusus di Damaskus – ibu kota Dinasti Umayyah. Sedangkan, syiling perak dan tembaga dicetak di kota-kota yang dikuasai Umayyah. Pada era khalifah selanjutnya, Dinasti Umayyah mencetak dinar yang bernilai setengah dan sepertiga dinar. Ukuran dan beratnya jauh lebih kecil dan ringan dengan uag syiling bernilai satu dinar. Setelah menguasai Afrika Utara dan Spanyol – penguasa Umayyah mulai membangun percetakan wang syiling di wilayah tersebut. Khalifah pun bertanggung jawab untuk memastikan kemurnian dan berat syiling yang dicetak.

* Syiling Khilafah Abbasiyah (750 M – 1258 M)

Ketika kekuasaan Khilafah Umayyah jatuh, percetakan syiling di Damaskus pun ditutup. Di era awal kekuasaannya, Dinasti Abbasiyah mulai mencetak syiling di Kufah – ibu kota pertama Abbasiyah. Khalifah Al-Mansur pun mulai membangun Baghdad dan memulakan percetakan dirham di kota itu. syiling emas mulai dicetak pada era kekuasaan Khalifah Harun Ar-Rasyid yag naik tahta pada tahun 786 M. Harun mencetak syiling emas atas nama gabenor Mesir. Pada masa itu, Abbasiyah memiliki dua tempat percetakan wang, yakni di Baghdad serta di Fustat – Kairo Tua. Percetakan syiling di Mesir terbilang produktif. Setiap cetakan syiling dari wilayah itu selalu menggunakan nama gabenor yang didedikasikan bagi khalifah. Khalifah Al-Ma’mun (813 M) yang menggantikan Harun Ar-Rasyid mulai mencetak berbagai jenis syiling. Dengan ciri-ciri artistik yang tinggi, Al-Ma’mun memperbaiki penampilan syiling. Sehingga syiling yang dicetak tampak lebih indah. Ditambah tulisan yang tertera pada syiling menggunakan tulisan indah khas Kufah atau Kufi.

*Syiling Andalusia (711 M – 1494 M)

berbeza dengan wilayah Arab lainnya yang ditaklukkan Islam yang menggunakan syiling ketua negara sebelumnya, ketua negara Islam mencetak khusus syiling emas yang baru ketika menguasai Spanyol pada 711 M. Tulisan yang tercantum dalam syiling itu adalah huruf latin. Dinar khas Andalusia itu dicetak secara langsung di kota itu. Pada tahun 720 M, syiling Arab asli pertama kali masuk ke wilayah itu. Gaya dan tulisan yang tercantum dalam syiling itu menandakan bahwa dinar itu berasal dari Arab Afrika Utara yang dicetak setahun sebelumnya.
Muslim di Andalusia juga mulai memakai syiling yang bernilai setengah dinar yang dicetak di Damaskus pada 719 M. syiling emas terakhir yang dicetak di Andalusia dicetak pada era Nasrid Granada (1238 M – 1492 M).

* Syiling Khilafah Fatimiah (909 M – 1171 M)

Tiga khalifah pertama dari Khilafah Fatimiyah yang berkuasa dari tiga ibu kota berbeza yakni, Quayrawan, Al-Mahdiya, dan Sabra-Mansuriyah mencetak syiling emas dan perak sesuai dengan kebiasaan ortodok Sunni. Pada tahap awal, dinar yang dicetak Al-Mahdi mengikut model dan ukuran serta rekabentuk yang digunakan Dinasti Aghlabid. Pada tahun 912 M, dinasti itu mulai mencetak dinar yang ringan dan berukuran lebih besar dengan menggunakan tulisan indah Kufi.
Pada tahun 922 M, percetakan wang dipindahkan ke Al-Mahdiyah dan lalu ke Al-Mansuriyah. Khalifah Al-Qa’im pada tahun 934 M mula menukar rekabentuk dan mula mengadaptasi tulisan indah Kufi. Syiling yang bernilai seperempat (1/4) dinar juga dicetak pada pemerintahan itu dari wilayah kekuasaannya di Sicilia. Ciri khas syiling Fatimiyah yang beraliran Syiah adalah pernyataan yang mengungkapkan pertaliannya dengan Ali bin Abi Thalib.



Sumber di SINI